Senin, 06 Juni 2011

Masjid Pusat Pendidkan Umat


Orang-orang yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah. Merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk”. (At-Taubah: 18)

Terdapat hanya dua ayat dalam Al-Qur’an yang berbicara tentang pemberdayaan masjid yang menggunakan redaksi ’يعمر ’, keduanya berbicara secara terbalik, yaitu surat At-Taubah: 17 dan surat At-Taubah: 18 yang menjadi ayat kunci pada tulisan ini. Ayat 17 berbicara tentang penafian Allah terhadap kemungkinan orang-orang musyrik melakukan pemberdayaan masjid, dan ayat ke 18 berbicara tentang mereka yang layak dan berhak melakukan itu. Sehingga ayat ke 18 ini dapat difahami dari dua sudut pandang yang berbeda tentang pelaku pemberdayaan masjid.

Pertama, yang benar-benar memberdayakan masjid dalam arti memakmurkannya hanyalah orang-orang yang beirman kepada Allah dan hari kemudian. Karena secara korelatif ayat sebelumnya berbicara tentang mereka yang tidak layak dan tidak berhak memakmurkan masjid karena kesyirikan yang melekat di dalam dada mereka.

Kedua, jaminan Allah bagi para pelaku pemberdayaan masjid bahwa mereka adalah orang-orang yang akan senantiasa dijaga keimanannya oleh Allah swt.

Pemahaman kedua terhadap ayat ini dapat ditemukan dalam sebuah hadits Rasulullah saw yang diriwayatkan oleh Tirmidzi dan Hakim bahwa jaminan eksistensi dan keberlangsungan iman seseorang ada pada kekerapannya menghadiri aktivitas lembaga masjid (baca: memakmurkannya). ”Jika kalian melihat seseorang kerap hadir di dalam masjid maka persaksikanlah bahwa ia seorang yang beriman”. Lantas Rasulullah membaca surat At-Taubah: 18. Maka sangat jelas seperti yang dikemukakan oleh Imam Asy-Syaukani bahwa melalui ayat ini Allah hendak menunjukkan kelompok yang berhak dan mampu melakukan pemberdayaan masjid sebagai pusat kegiatan keagamaan, pendidikan dan sosial masyarakat muslim.

Kata ’masjid’ sendiri secara harfiah menurut makna ahasa Arab adalah bentuk isim makan yang berarti “tempat untuk bersujud”. Namun secara terminologis, masjid dapat dimaknai sebagai tempat khusus untuk melakukan berbagai aktivitas yang bernilai ibadah dalam arti yang luas. Salah satu bentuk aktivitas ibadah tersebut adalah aktivitas pengajaran dan pendidikan. Melalui lembaga nonformal inilah Rasulullah saw melakukan proses pembinaan moral, mental dan spiritual umat, sehingga masjid pada saat itu berfungsi strategis sebagai lembaga pendidikan yang efektif untuk menghimpun potensi ummat dari berbagai latar belakang dan unsurnya.

Terkait dengan ini, berdasarkan pembacaan terhadap ayat-ayat Al-Qur’an dapat dirumuskan dua klasifikasi lembaga pendidikan yang disebut secara implisit oleh Allah swt, yaitu institusi keluarga yang biasa disebut dengan istilah lembaga informal dan institusi masjid yang mewakili lembaga pendidikan nonformal. Sedangkan lembaga pendidikan formal yang berkembang sangat pesat sekarang ini dapat disarikan dari surat At-Taubah: 122 yang menyebut komunitas kecil ‘tha’ifah’ yang melakukan pengkajian ilmu tafaqquh fid din secara intens. Dapat dikatakan inilah peserta didik formal yang secara spesifik memiliki konsekuensi dan tanggung jawab ilmiyah dan moral untuk menyampaikan kembali pengajaran yang diterimanya kepada masyarakat yang tidak memenuhi syarat atau kesempatan untuk mendapatkan pendidikan formal:

“Tidak sepatutnya bagi orang-orang beriman itu pergi semuanya ke medan perang. Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan diantara mereka untuk memperdalam pengetahuan agama supaya dapat memberi pengajaran dan peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, mudah-mudahan mereka dapat memelihara dirinya”.

Lembaga pendidikan pertama dan utama atau pendidikan informal adalah kegiatan pendidikan yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan yang terbatas yang berbentuk kegiatan belajar secara mandiri.. Pentingnya keluarga sebagai lembaga pendidikan primer diisyaratkan oleh Allah dalam firmanNya: ”Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka”. (At-Tahrim: 6). Ayat lain yang mengisyaratkan bentuk pendidikan informal adalah perintah Allah kepada Nabi Muhammad saw untuk memberi peringatan (pengajaran) secara prioritas kepada kaum kerabatnya: ”Dan berilah peringatan kepada kaum kerabatmu yang dekat”. (Asy-Syu’ara’: 214).

Kedua ayat ini jelas memerintahkan agar objek kepeduliaan keluarga muslim adalah tentang keberagamaan keluarga mereka, tentang program yang mendekatkan mereka dengan pintu-pintu surga dan menjauhkan mereka dari daya tarik neraka. Inilah keluarga ideal dan sukses dalam kaca mata surat At-Tahrim: 6 karena memang hanya keluarga yang dibangun di atas pondasi iman yang memiliki perhatian besar terhadap aspek seperti yang tersirat dalam khitab ayat ini ”Hai orang-orang yang beriman”. Tentu, untuk menghadirkan pendidikan Islam di tengah keluarga diperlukan manajemen hak dan kewajiban yang sinergis dan saling melengkapi antara suami dan isteri atau ayah dan ibu selaku pemimpin dalam institusi pendidikan ini sehingga akan lahir keluarga-keluarga seperti yang senantiasa dipohonkan dalam doa sehari-hari orang yang beriman: ”Dan orang-orang yang senantiasa berdoa: Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami isteri-isteri dan keturunan yang menyenangkan hati kami. Dan jadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa”. (Al-Furqan: 74)

Lembaga pendidikan ketiga yang tidak kalah tingkat urgensinya adalah lembaga pendidikan nonformal yang berlangsung di dalam masjid seperti yang difirmankan Allah dalam salah satu ayat-Nya:

”Orang-orang yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah. Merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk”. (At-Taubah: 18)

Menurut Abdurrahman An-Nahlawi masjid sebagai pusat pendidikan nonformal memiliki tingkat implikasi yang cukup besar, di antaranya:

Pertama, mendidik masyarakat agar memiliki semangat pengabdian dalam seluruh aktivitasnya kepada Allah swt.

Kedua, menanamkan rasa cinta kepada ilmu pengetahuan dan menanamkan solidaritas sosial, serta menyadarkan hak-hak dan kewajiban-kewajibannya sebagai insan pribadi, sosial dan warga masyarakat dan negara.

Ketiga, memberikan rasa ketentraman, kekuatan, dan kemakmuran serta mengembangkan potensi-potensi ruhiah manusia melalui pendidikan kesabaran, keikhlasan, optimisme, dan akhlak luhur lainnya. Sehingga alumni lembaga masjid memiliki kualifikasi intelektual, emosional dan spritual yang baik sebagai basis akhlak masyarakat. Untuk itu, diperlukan kreatifitas dan inovasi masyarakat untuk memberdayakan masjid sebagai lembaga pendidikan kemasyarakatan sehingga tujuan pendidikan untuk mewujudkan masyarakat yang beriman dan bertakwa dalam sebuah negeri yang tayyibatun wa rabbun ghafur dapat diraih sesuai dengan yang diharapkan.

Pada tataran aplikasi pemberdayaan masjid, memakmurkan masjid menurut Imam Ar-Razi dapat dilakukan dengan dua aktivitas secara sinergis dan terpadu, yaitu dengan memberikan kenyamanan secara fisik untuk beribadah di dalamnya dan memperbanyak aktivitas kebaikan di dalamnya. Senada dengan pemahaman ini, Abu Su’ud menegaskan bahwa aktivitas memakmurkan masjid harus difahami dalam arti yang luas. Membangun, membersihkan, merawat dan memelihara keindahan dan kebaikan masjid termasuk dalam kategori memakmurkannya. Juga melakukan aktivitas kebaikan yang dibenarkan syariat merupakan aktivitas memakmurkan masjid yang dianjurkan oleh Rasulullah saw. Di sini peran setiap muslim dalam ’memberdayakan masjid’ sangat dinanti untuk kebaikan umat secara kolektif, karena demikianlah yang dilakukan oleh Rasulullah dalam membangun dan memfungsikan masjid secara komprehensif, integral dan menyatu dengan umat. Allahu a’lam

sumber : dakwatuna
Baca selengkapnya Masjid Al Jalal Pagenjahan: Juni 2011

Kamis, 02 Juni 2011

Shalat Berjama'ah


Sholat berjamaah adalah sholat yang dilakukan secara berjamaah atau sholat yang dilakukan secara bersama-sama . kebersamaan itu tentu perlu kepada orang lain , artinya sholat berjamaah itu harus dilakukan bersama-sama orang lain dan tidak sendirian.


A. Keutamaan Sholat Berjamaah.

عَن عَبْدِ ا للّهِ بْنِ عُمَرَرَسُوْلُ اللّهُ صَلَ اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ فّا لَ

صَلاةالْجَمَاعَةِ تَفْضُلُ صَلاةَالفَذ بِسَبْع وَعِشْريْنَ رجَة (متفق عليه)



Artinya :
Dari Abdillah Bin Umar bahwa Rosulullah SAW bersabda : “ sholat berjamaah melebihi pahalanya dari sholat sendirian dengan dua puluh tujuh derajat ( HR. AL BUKHORI )


Hadits diatas menjelaskan tentang keutamaan sholat berjamaah . betapa pentingnya sholat berjamaah dilaksanakan pada sholat lima waktu dalam sehari semalam . sholat dilakukan secara berjamaah lebih baik dari pada dilakukan secara sendirian. perbandingannya 27: 1. sholat berjamaah pahalanya melebihi sholat sendirian terpaut 27 derajat . artinya sekali sholat isya’ 4 rokaat secara berjamaah nilainya sama dengan 27 kali sholat isya’ atau sama dengan sholat 4 X 27 = 108 rokaat

B. Hukum sholat berjamaah.
Sholat wajib berjamaah yang paling berat adalah subuh kemudian isya’. Karena kondisi mmanusia pada waktu isya’ pada umumnya kecapaian dan kelelahan dari kesibukan sehari. Apabila kalau makannya kebanyakan perut kenyang mata mengantuk dan kepala pusing sedang kondisi subuh amat berat bangun , karena waktu subuh ini masih malam , seorang sedang nyenyak-nyenyaknya tidur mata masih merem berat melek . Bagaimana bangun untuk sholat ?
Rosululloh SAW memberi motivasi yang seimbang kepada umat islam yang mau melaksanakan sholat isya’ dan subuh berjamaah , sebagaimana dalam haditsnya :

مَنْ صَلَّ ألعِشَاءَفِيْ جَمَاعَةٍ فَكَانّمَاقَامَ نصْفَ الليْل
وَمَنْ صَلَّ الصُّبْع فِي جِمَاعَةِ فَكَاَنَّمَاصَلىَّ الّلَيْل (أخرجه مسلم)

Artinya : Barang siapa sholat isya’ berjamaah seolah-olah sholat sunat separuh malam dan barang siapa sholat subuh berjamaah seolah-olah sholat sunat seluruh malam ( HR Muslim )

Ada 3 pendapat para ulama tentang hukum sholat berjamaah lima waktu yaitu :
a. Sunnah muakkadah ( sunah yang kuat ) sunah yang tidak penah ditinggalkan Rosululloh melainkan ada unsure sya’i . pendapat ini berdasarkan hadits muttaqun alaih tentang keutamaan sholat berjamaah 27 kali dari sholat mufarid ( sendirian )
b. Fardu’ain, sholat lima waktu wajib dilaksanakan secara berjamaah , kalau tidak, tidak sah sholatnya pendapat kedua ini pendapat Imam Ahmad berdasarkan hadits ancaman di bakar rumah orang yang tidak mau sholat berjamaah.
c. Fardhu kifayah bagi kaum, pria, baligh, merdeka, dan bermukmin, pendapat ini pendapat Imam- Nawawi berdasarkan hadits tetntang setiap desa yang tidak didirikan sholat berjamaah penghuninya dikuasai oleh syetan
C. Keutamaan shaf awal dalam sholat berjamaah
Shaf disebut juga dengan barisan , shaf awal dalam sholat berjamaah tidak ada ketentuan dan persyaratan tertentu. Maka makruh hukumnya sesorang mundur dari shaf depan dan mempersilahkan kepada orang lain
Pengaturan shaf dalam sholat berjamaah harus lurus rapat dan mengutamakan shaf terdepan , imam mempunyai kewajiban mengatur shaf sebelum takbiratul ihram memulai sholat . pahala sholat berjamaah yang paling besar adalah shaf paling pertama , baru kedua dan berikutnya, andai kata mereeka mengetahui pahala shaf awal sungguh mereka akan berebutan , sama halnya keutamaan adzan ,datang kemasjid lebih awal dan sholat isya’ serta subuh berjamaah
Baca selengkapnya Masjid Al Jalal Pagenjahan: Juni 2011

Peran Dan Fungsi Masjid

Masjid berarti tempat untuk bersujud. Secara terminologis diartikan sebagai tempat beribadah umat Islam, khususnya dalam menegakkan shalat. Masjid sering disebut Baitullah (rumah Allah), yaitu bangunan yang didirikan sebagai sarana mengabdi kepada Allah. Pada waktu hijrah dari Mekah ke Madinah ditemani shahabat beliau, Abu Bakar, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melewati daerah Quba di sana beliau mendirikan Masjid pertama sejak masa kenabiannya, yaitu Masjid Quba (QS 9:108, At Taubah). Setelah di Madinah Rasulullah juga mendirikan Masjid, tempat umat Islam melaksanakan shalat berjama’ah dan melaksanakan aktivitas sosial lainnya. Pada perkembangannya disebut dengan Masjid Nabawi.
Fungsi Masjid paling utama adalah sebagai tempat melaksanakan ibadah shalat berjama’ah. Kalau kita perhatikan, shalat berjama’ah adalah merupakan salah satu ajaran Islam yang pokok, sunnah Nabi dalam pengertian muhaditsin, bukan fuqaha, yang bermakna perbuatan yang selalu dikerjakan beliau. Ajaran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang shalat berjama’ah merupakan perintah yang benar-benar ditekankan kepada kaum muslimin.
Sebenarnya, inti dari memakmurkan Masjid adalah menegakkan shalat berjama’ah, yang merupakan salah satu syi’ar Islam terbesar. Sementara yang lain adalah pengembangannya. Shalat berjama’ah merupakan indikator utama keberhasilan kita dalam memakmurkan Masjid. Jadi keberhasilan dan kekurang-berhasilan kita dalam memakmurkan Masjid dapat diukur dengan seberapa jauh antusias umat dalam menegakkan shalat berjama’ah.

Meskipun fungsi utamanya sebagai tempat menegakkan shalat, namun Masjid bukanlah hanya tempat untuk melaksanakan shalat saja. Di masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, selain dipergunakan untuk shalat, berdzikir dan beri'tikaf, Masjid bisa dipergunakan untuk kepentingan sosial. Misalnya, sebagai tempat belajar dan mengajarkan kebajikan (menuntut ilmu), merawat orang sakit, menyelesaikan hukum li'an dan lain sebagainya.

Dalam perjalanan sejarahnya, Masjid telah mengalami perkembangan yang pesat, baik dalam bentuk bangunan maupun fungsi dan perannya. Hampir dapat dikatakan, dimana ada komunitas muslim di situ ada Masjid. Memang umat Islam tidak bisa terlepas dari Masjid. Disamping menjadi tempat beribadah, Masjid telah menjadi sarana berkumpul, menuntut ilmu, bertukar pengalaman, pusat da’wah dan lain sebagainya.

Banyak Masjid didirikan umat Islam, baik Masjid umum, Masjid Sekolah, Masjid Kantor, Masjid Kampus maupun yang lainnya. Masjid didirikan untuk memenuhi hajat umat, khususnya kebutuhan spiritual, guna mendekatkan diri kepada Pencipta-nya. Tunduk dan patuh mengabdi kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Masjid menjadi tambatan hati, pelabuhan pengembaraan hidup dan energi kehidupan umat.

Demikian pula masjid Al Jalal yang berada di Dukuh Pagenjahan Desa Kalierang kecamatn Bumiayu. Sebagaiman masjid secara umum memiliki peranan sentral dalam pembinaan kehidupan bermasyarakat. Bukan hanya sebagai tempat ibadah shalat berjamaah. Namun memiliki peranan penting bagi masyarakat dalam bidang sosial.
Sehubungan hal tersebut kami pengurus berupaya menjadikan masjid dengan segala fasilitas, sarana, dan prasarana yang ada sebagai agen pembinaan umat.
Baca selengkapnya Masjid Al Jalal Pagenjahan: Juni 2011